Puisi-Puisi Silvana Farhani dan Dee Kayisna
1998 View
Puisi-Puisi Silvana Farhani
(Dimuat di portal daring Nusantaranews)
Puisi di Kening Ibu
:Helly Astutik
ibu,
ketika matamu merekah
kudapati bait puisi di keningmu
berjejeran rapi menghiasi wajah cantikmu
tiga menit menatapmu
sembari kubaca bait itu
barisan sajak rindu pada kembang melatimu
selanjutnya,
aku semakin paham,
bahwa kau ingin menyisir rambutku setiap pagi
lalu berbisik; kau cantik, sayang
Hilang
tahun ini,
di lembar terakhir buku tulisku
tak ada lagi pahatan pena bertuliskan nama
dengan hiasan hati beterbangan di sampingnya
betapa hatiku hujan
tertindih pohon tumbang
dirobohkan angin topan
sebab kau telah pergi bersama senja
dan melangkah tanpa suara
untuk yang kesekian kau mencoba menyuruhku
merintih di pojok kamar
memutar kebahagiaan
yang sejatinya adalah prolog dari kesedihan
Annuqayah, 2019
Cintaku Purnama
Wan,
mungkin sebentar lagi hujan akan datang
memarahiku, memukuliku, dan menyuruhku
mengulang hal yang sama
namun, aku selalu ingat bahwa:
laut cemburu ketika
kusebut kau cinta
ombak membawa pergi namamu
ketika kutulis di bibir pantai
tapi apa peduliku pada laut
dia pernah menenggelamkanku
di kedalaman terdalam
membiarkanku menangis
Annuqayah, 2019
ini rasa
entah pantas atau tidak
sebab serumpun puisi yang kuanyam telah usai
lalu menyisakan rasa yang mungkin akan sengsara
ini rasa
yang tanpa sengaja kuteguk setelah pahit
tak peduli jika nantinya akan berdarah-darah
lantaran aku yang berani merasa tanpa aba-aba
sekali lagi ini rasa
yang entah sampai kapan akan berhenti
sedang puisi selalu mengajakku
menyebut namamu di setiap bait rinduku
Annuqayah, 2019
Kado kepada Imroa
Im, selamat berbahagia dan mengingat sejarah
merayakan hari yang membuat umurmu bertambah
rangkailah harap yang akan mengubur gelisah
orang-orang di sekitarmu juga ikut berdoa
agar lengkung di bibirmu selalu terlukis indah
rasanya ingin sekali paketkan kado termahal
namun puisi memintaku untuk segera melabuhkannya
menjadikan hadiah bagi umurmu yang tak lagi muda
Im, semoga kalender ke sembilan di putaran tanggal ke empat
adalah awal dari segala hal yang akan mengantarkanmu
pada tangga teratas
Annuqayah, 2019
Puisi Dee Kayisna
(Terantologi dalam "Sajak Arti Merdeka", Medan)
Tumpah Darah Indonesia
Merdeka tak merdeka
Merdeka seruan Indonesia
Tak ada yang lebih merdeka
Dari tikus berdasi yang tak
Lagi korupsi
Tak ada yang lebih merdeka
Dari pemuda bangsa
Yang seharusnya ia turut
Memajukan bangsa
Namun malah ikut merusaknya
Nasib bangsa ada
Di ujung tombak masa
Penjajah tak lagi menggunakan
Dentuman mematikan
Melainkan kosmetik kecantikan
Merdeka tak merdeka
Kita sebagai generasi
Muda Indonesia
Marilah berjuang untuk
Menjadikan Indonesia
Sebagai negeri maju dan bermoral
Tumpah darah Indonesia
Berada di tangan pemuda
Annuqayah, 20 Agustus 2019
Dee Kayisna. Saat ini bermukim di Frasa. Puisi ini terantologi dalam lomba Sajak Arti Merdeka, Medan 2019.