Puisi untuk Kyai
8091 View
Ibna Asnawi,
Annuqayah, September-Oktober 2018
Sabtu Bersama Duka Seusai subuh mengetuk perantauanku Mentari pucat tanpa hujan pagi ini Izinkan aku kembali menyempurnakan diksiku sebagai pengantar kopi hambar seusai telingaku miang pada ribuan doa meski kembali dengan epilog sama, dan hari yang sama sepanjang perantauan ini, masih belum kulunasi kealpaanku pada empat podasi ruang Tuhan tak bernada. Sedangkan aku masih buta pada kitab peradaban yang telah lama mereka selami. Dua bidang pipiku basah ketika tau takdir tak lagi selaras dengan Jalan Tuhan Seratus, dua ratus bahkan ribuan makhluk mengiringi kepulangan dua diantara mereka Aku hanya dapat melantunkan ayat-ayat Tuhan setiap kali derap waktu ingin bicara Dengan apalagi aku dapat memetik rindu kala sunyi lapuk pada setiap inci keilmuan, Jikalau tidak dengan matra ketawadhuan mereka Hingga akhirnya aku tau, hujan sabtu kali ini sebagai racikan duka dalam prosa umat.
Zakiyatul Miskiyah,
Annuqayah_LKC5, 30 Desember 2018
Kepulanganmu Sisakan Kenangan ; KH. A Warist Ilyas Pada Pebruari yang tertanggal Bau dupa menjadi penghias lara Ribuan dzikir terucap Surat Yasiin tak henti-hentinya mengalun Annuqayah hujan air mata Sebab sang Empu telah sampai Pada pusaran yang telah Allah gariskan Pada Pebruari yang menanggalkan pilu Masih terngiang jelas di benak Akan kepulangan sosok karismatik K. H. A Warist Ilyas Menghadap Sang Khaliq Kiprahnya sebagai seorang pemimpin Sekaligus pengasuh pondok pesantren Annuqayah Telah mampu menggelarkan beliau Sebagai salah satu panutan rakyat. Kewibawaannya telah tersohor Tak hanya di kalangan pulau madura Tingkat nasionalpun mengenalnya Sebagai sosok ulama di Sumenep. Sosok beliau yang sopan dan santun Tidak pernah over lappin Kesan yang paling melekat di mata orang-orang terdekat. Beliaulah yang mampu menjadi potret Sosok yang penuh disiplin, baik dalam soal waktu Dalam bersikap, maupun dalam bekerja. Sederhana, penuh pengabdian dan istiqamah Adalah motto hidup beliau. Oh, beliau yang tegap dan beribawa Guru dari ribuan santri Yang disegani baik kawan maupun lawan Kepulangannya telah meninggalkan Sembilu di alam raya Semoga Allah menempatkannya di surga-Nya Hanya dzikir dan do’a Yang mampu kami munajatkan pada Allah Sebagai salam hormat untuk beliau Dari kami yang menumpang diri.
Helmiyah Marsya, Annuqayah_LKC6, 30 Desember 2018 M.
“Sudah menjadi cita-cita saya, bagaimana nanti masyarakat islami benar-benar dapar terwujud” (K. H. A Warist Ilyas)
Permata Annuqayah : KH. A. Warits Ilyas Sebelum waktu memperkenalkanku Pada samudera ilmu Annuqayah Kabar kepergianmu telah sampai Di bumiku seberang timur daya sana Aku hanya menganga Bulu kudukku bertanya-tanya Benarkah Annuqayah telah kehilangan satu permata? Semua orang pada berunding air mata dan kesengsaraan yang menjajah hati mereka perihal cinta yang hilang ditelan nyata Aku diam mengatupkan Kedua pelepah bibir Lantaran ketidaktahuanku Atas maut yang menjemputmu, Kiai Kabar berkisah bahwa Lazuardi berubah hitam Mengucurkan air mata kala itu Bukan hanya perasaan dan emosi Yang tak merelakan panjhenengan pergi Melainkan semua makhluknya Sang Khalik ikut bermaktub Memujamu untuk kembali Kiai, Pada saat takdir menyeretku masuk Ke taman indah Annuqayah Hanya bekas jejakmu yang menyambut Jiwa dan akalku yang kosong Aku meramu niat Menajuknya dalam kesetiaan Setia mengabdi dan Setia berunding hati dengan kondisi Kiai, Dengan kelancangan Karena tanpa pertemuan Abdhina mohon ridhamu Atas ilmu yang membelai lembut kalbu
Erliyana Muhsi, Annuqayah LKC5, 30 Desember 2018
Semalam Menghibur Diri Kami sengaja membendung hati Membiarkan cerita kami dinikmati oleh langit, dinikmati oleh bumi Tentang waktu berduka yang terulang di hari ini Maghrib Annuqayah Pelan-pelan kami mulai membuang resah Pada plastik makanan atau belukar di halaman Barangkali maghrib ini benar-benar dirindukan Sebagai bentuk ketabahan dan penghormatan untuk Kiai yang tak terlupakan Di malam bertabur yasin dan wiridan Keringat kami seperti hujan Menumbuhkan bulu kuduk dan ingatan Tentang tingkah laku kewibawaan atau nuansa pilu air mata kepergian Meski di waktu itu kami adalah bocah ingusan Yang belum pernah saling berpapasan Tapi ayah dan guru-guru kami Akan tetap mengenang luapan cinta keadilan Yang sejak dulu telah tumbuh menjadi keyakinan Bahwa kami kelak juga akan menjadi santri Kiai kebanggan Cahaya bohlam dan gemintang ikut berderu Ketika pekik suara burung seperti menabuh hati Berputar-putar mengitari kubah masjid Kemudian diulang beberapa kali Di sisi lain kami hanya bisa menyelami kata hati Berbicara setabah-tabahnya nurani Kami yang mengunci ingin rapat-rapat Mengemban amanah menjadi santri atau menjadi sayap burung yang bergegas pergi Kembali ke tempat asalnya dengan membawa janji dan mimpi kami Doa kami disaksikan langit dan bumi “Semoga kami bersamamu di surga nanti”
Ratna Wulandari, Annuqayah LKC5 30 Desember 2018
Persembahan di Haul
KH. A. Warits Ilyas yang kami cintai