Memulai Langkah Dari Kisah Teladan Para Khalifah
Judul: Lisanul Hal
Penulis: K.H. Husein Muhammad
Penerbit: PT Qaf Media Kreativa
Cetakan: pertama, 2020
Tebal Buku: 235 halaman
ISBN: 9786025547751
Resensator: Anas Ilhami*
Suatu ketika terdapat sahabat Nabi yang bernama Abu Ali dan Abdullah, yang akan melakukan perjalanan ke luar kota. Sesuai petunjuk Nabi, Abdullah mengusulkan agar ada yang memimpin perjalanan. Dan Abu Ali merasa Abdullah pantas untuk memimpin perjalan, dan Abdullah tidak menolak. Setelah selesai menyiapkan bekal untuk perjalanan itu, Abdullah mengangkat satu karung berisikan bekal perjalanan itu, Ketika Abu Ali menawarkan diri untuk membawanya, Abdullah menolak seraya berkata “aku yang membawanya, bukankah aku sudah siap untuk menjadi pemimpin? Maka kamu harus mematuhi aku”.
Dan ketika malam tiba, mereka tidur. Tetapi, hujan turun dengan begitu lebatnya sehingga mereka kehujanan. Lalu Abdullah berdiri di atas kepala Abu Ali dan melindunginya dengan mantelnya. Abu Ali terbangun dan berkata pada dirinya sendiri “ kamu memang pemimpin.” Abdullah terus berdiri sepanjang malam sampai hujan mereda. Otaknya terus dipenuhi oleh pikiran bahwa pemimpin adalah pelayan.
Buku yang berjudul Lisanul Hal karya K.H. Husein Muhammad yang diterbitkan oleh penerbit Qaf ini, seakan-akan mengajak kita meniti kembali perjalanan hidup para pemimpin dan tokoh-tokoh penting dalam dunia Islam. Bahkan kisah-kisahnya tidak hanya berpangkal pada dunia islam saja, melainkan melampaui sekat-sekat Agama dan penanda identitas lainnya. Seperti kisah Hunain bin Ishaq dari non muslim dan berideologi serta etnis minoritas, dia juga seorang penganut Ibadi sekte Kristen Nestor dari Hira, ia terkenal sebagai syekh al-Murtarjimin, penerjemah terbesar karya-karya Yunani ke bahasa Suriah lalu ke bahasa Arab, ia menerjemahkan sejumlah besar karya filsof besar seperti Aristoteles, Galen dan Plato. Selain sosok Hunain bin Ishaq, terdapat pula sosok Georgeus Bakhtisyu, pendeta Nasrani Nestorian yang juga seorang filsuf dan dokter terkemuka pada masa kepemimimpinan khalifah Al- Ma’mun, penerus tahta kerahjaan khalifah Harun at-Rasyid.(hal: 51)
Melihat dari keseluruhan kisah yang tersaji dalam buku ini, setidaknya dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tema, yaitu: kepemimpinan, toleransi, asketisme, mencintai ilmu dan keterbukaan pikiran serta penyamarataan di depan hukum.
Ketika membaca buka ini, pada bagian awal kita akan dihadapkan dengan aneka macam keteladanan Nabi Muhammad SAW. semasa hidupnya sebagai sosok pemimpin yang cerdas, jujur dan dapat dipercaya, dan bahkan terdapat peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW. dengan kelembutan sikap sekaligus keterbukaaan pikiran yang mampu meluluhkan hati para pembencinya, sehingga para pembencinya dibuat bertekuk lutut dan menangis sejadi-jadinya karena telah berbuat kasar kepada Nabi. Nabi Muhammad menjadi sosok yang begitu dirindukan kehadirannya oleh setiap orang, terlebih ketika beliau wafat. Maka kiranya tidaklah berlebihan apa yang dikatakn oleh Husein Haikal bahwa ” Nabi bukanlah sosok yang mengenal permusuhan apalagi membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia”(hal: 38). Sebab , Nabi telah mampu menjadi sosok teladan yang begitu amat sangat dirindukan hingga saat ini.
Lantas saat ini pertanyaannya, apakah hikamah yang dapat kita ambil dari kisah teladan dalam buku ini, sementara kita telah terlampau jauh dari kehidupan Nabi?
Kisah-kisah keteladanan Nabi Muhammad dan para sahabatnya hingga ulama berdedikasi dalam kebersahajaan semasa hidup yang jauh setelah wafatnya Khatamunnabiyyin, yang mana keseluruhannya masih relevan dengan situasi bangsa kita saaat ini. yang masih tidak bisa keluar dari krisis kultur (penyebutan yang tidak hanya krisis dari bidang ekonomi). Barangkali ungkapan Al-Ghazali dalam buku ini yang mengutip dari kitab al-Tibri al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, dapat dijadikan alasan dari krisis multisisi demikian itu. yang bunyinya sebagai berikut “kelakuan rakyat akibat dari kelakuan pemimpinnya”, kebaikan rakyat karena kebaikan pribadi pemimpinya” dan “rakyat mengikuti kelakuan pemimpinnya”.
Dalam hal ini, pemimpin di negara ini mulai dari kelas bawah sampai kelas atas sekalipun, tidak ada yang tidak terlibat korupsi. Ditambah lagi foya-foya keluarga pejabat dan orang-orang kaya, kerap kita saksikan di tengah kemiskinan yang membeludak tanpa ampun. Belum lagi virus korona yang melanda planet Bumi saat ini, telah memperlihatkan buram kepemimpinan di banyak negara tak terkecuali di Indonisa.
Ambil missal, kisah kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikenal adil itu, ia membuktikan keseriusannya membersihkan Negaranya dari tradisi korupsi para pejabat. Tidak hanya itu, dimulai dari keluarganya, juga istrinya, Umar bin Abdul Aziz meminta menjauhkan kebiasaaan buruk para istri-istri pejabat sebelumnya yang suka foya-foya. Sulit memang! Tetapi sang khalifah berhasil melakukannya.(hal: 63)
Lain pula perihal kesamarataan hukum, kita dapat mengetahui kisah seorang anak gubernur mesir Amr bin Ash yang memukul seorang petani semasa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, karena mendapat pengaduan dari sang korban, Umar akhirnya menghukum anak tadi meskipun anak dari seorang gubernur.(hal: 206)
Selain kisah kepemimpinan, di buku ini kita mendapati kisah-kisah ‘arif dari sosok ulama, sufi dan zahid. Yang keseluruhan hidupnya bertitimangsa pada ilmu pengetahuan. Dan untuk kisah asketis lainnya, kita bisa temukan pada sosok Abu Hanifah yang menolok menjadi ketua pengadilan semasa kepemimpinan khalifah Abu Ja’far al-Mansur. Akibat menolak tawaran tersebut, Abu Hanifah rela dijebloskan ke penjara. (hal: 142)
Bertalian dengan kisah pecinta ilmu di atas, buku ini juga memuat kisah singkat pembentukan Baitul hikmah pada masa dinasti Abbasiyah yang mampu menjadi magnet pengetahuan dan peradaban dunia. Baghdad di bawah kepemimpinan khalifah Harun ar-Rasyid kala itu, menjadi pusat pradaban dunia berkat maju dan berkembangnya Baitul Hikmah, yang dalam perjalanannya mampu mencetak generasi emas di bidang Agama sampai Sain.
Demikian kisah-kisah teladan dan kearifan yang dituang kembali oleh K.H Husein Muhammad dengan alasan, menunjukkan persoala-persoalan fundamental dalam penyelenggaraan republik ini, salah satunya, tiadanya keteladanan dari pemimpin saat ini. sekali lagi, buku ini mengajak kita meniti kembali ke masa silam dengan pikiran terbuka tentang suatu masa, dimana sebuah negara, dipimpin oleh individu-individu yang melayani rakyatnya. Seperti pepatah Arab “ pemimpin masyarakat adalah pelayan bagi mereka” dan yang paling penting adalah menjadi teladan, jauh lebih baik ketimbang berbusa-busa mengucapkannya, sebagaimana maksud di balik judul buku ini “Lisanul Hal”
*Santri dan Mahasiswa Instika jurusan IQT semester III.
Keterangan: Resensi ini terbit di Koran Radar Madura Kamis, 24 Desember 2020.