Hari Santri Nasional (HSN) 2018 di PP. Annuqayah daerah Lubangsa
3519 View
Lubangsa_ Ahad (21/10) malam pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa gelar peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang bertempat di depan masjid Jami’ Annuqayah. Perayaan hari santri Nasional (HSN) menjadi kebanggaan tersendiri bagi santri Lubangsa. Selain menjadi perayaan pertama kali di Lubangsa, perayaan hari santri nasional juga dikemas dengan format yang berbeda, dengan menyajikan beberapa kegiatan yang bernilai positif kepada seluruh santri Lubangsa.
Seluruh santri langsung memenuhi halaman masjid setelah shalat isya’ berjamaah. Sayup-sayup suara santri antusias untuk mengikuti acara kebesaran santri ini. Tampak wajah santri sumringah menunggu acara dimulai. Sebab, memperingati hari santri Nasional adalah bentuk cinta mereka kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Semua santri membentuk barisan seperti laskar hisbullah yang siap bertempur dalam rangka mengikuti acara Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2018. Acara yang bertema “Bersama Santri, Damailah Negeri” dilaksanakan dengan format dialog interaktif bersama KH. Husnan A. Nafi’ dan K. Abdul Wasit. Acara ini dimulai dengan penampilan-penampilan. Acara pada malam itu dipandu langsung oleh dua sosok santri humoris, Afif dan Junaidi. Mereka berdua membawa suasana berbeda dengan vokal serta gaya yang tidak lagi diragukan kepada penonton yang hadir. Gelak tawa para santri pun membahana.
Setelah itu, dilanjut dengan penampilan hadrah tradisional yang dipandu oleh Ogi’, sapaan akrabnya, dan Wildan bersama dengan ruddhat atau zafin. Santri senior dan mantan personel hadrah Nurul Fata, Bapak Maswari, S.Pd.I juga ikut meramaikan hari santri Nasional (HSN) 2018. Hal itulah yang membawa kejutan kepada seluruh santri.
Selanjutnya, Masyhuri Drajat selaku Ketua Pengurus PP. Annuqayah daerah Lubangsa menyampaikan sambutannya, ia menyampaikan bahwa kiprah santri dulu dalam memperjuangkan Indonesia menampilkan spirit perjuangan yang mendarah-darah sehingga Indonesia dapat direbut dari cengkraman Belanda. “Hal itu merupakan salah satu usaha santri untuk tetap mempertahankan keutuhan Indonesia dan NKRI,” ucap Mantan Mudir Diniyah itu menggebu-gebu. “NKRI ada karena perjuangan santri,” tambahnya.
Lebih Lanjut, Masyhuri menuturkan bahwa dengan perjuangan santri itulah kemudian muncul Hari Santri Nasional yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo tepat pada tanggal 22 Oktober 2015. Sebelum mengakhiri sambutannya, ia meminta kepada seluruh santri untuk memanfaatkan dan turut andil mengikuti serangkaian acara Hari Santri ke depan. “Jangan hanya semangat pada malam ini, akan tetapi kalian dapat mengikuti kegiatan-kegiatan selanjutnya,” pungkas santri asal Gapura itu mengakhiri sambutannya. Lalu, dengan pembacaan bismillah acara HSN resmi dibuka.
Setelah sambutan ketua pengurus tibalah pada acara dialog interaktif yang dimoderatori langsung oleh Akhmad Zaini salah satu alumni PPA. Lubangsa asal Batuputih itu. Lalu mempersilahkan para penyaji untuk menghadiri panggung yang telah disediakan. Dalam hal ini, diiringi dengan lantunan mars Syubbanul Wathon oleh Hadrah Banjari Lubangsa. Mars kebanggaan santri nusantara.
Husnan dan K. Wasit dalam dialognya menyampaikan bahwa kehidupan pesantren penuh perjuangan berdarah-darah dan lika-liku yang mesti dihadapi dengan penuh rasa sabar nan tabah. Di dunia pesantren kita dilatih untuk mengatur keuangan sendiri, Memasak sendiri, mencuci sendiri dan lainnya. Kiai Husnan menegaskan santri harus menerapkan kemandirian di pesantren. Karena ketika berada di luar kota kemandirian tersebut akan dirasakan sendiri. “Saya waktu itu ada di Jogja. Meskipun saya tidak dikirim pada waktu kiriman, waktu itu saya tidak keberatan karena saya sudah terbiasa hidup kekurangan di pesantren,” tandasnya dosen Instika itu. Begitupula yang disampaikan K. Wasit.
Abdul Wasit menyampaikan bahwa santri dalam percaturannya telah mencatat sejarah kebangkitan dan sumbangsih bagi Indonesia itu sendiri. Kemampuan-kemampuan santri terpercaya oleh kanca regional bahkan nasional. Santri menjadi multi-talenta, disuruh apapun bisa. Bersastra, Wartawan, berdiskusi bahkan membaca kitab kuning pun bisa. Contohnya Gus Dur salah satu sosok lulusan pesantren yang menjadi Presiden Republik Indonesia (RI) Ke-4. Acara penyajianpun berlangsung meriah yang diselingi dengan lantunan Hadrah Banjari Lubangsa agar para santri tidak bosan untuk mengikuti penyajian selanjutnya.
[caption id="attachment_3903" align="alignright" width="300"] Para santri menyimak dengan khidmat orasi kesantrian[/caption]Abd. Wasit sebagai lulusan strata satu UIN Sunan Kalijaga (UIN-SUKA) Yogyakarta menegaskan bahwa kecanduan pemuda era milenial, pertama, orang-orang ketergantungan terhadap HP terlalu tinggi. Kedua, ketergantungan pada paket data. Ketiga, kecanduan pada media sosial. Keempat, anak milenial suka nongkrong. Kelima, keinginan bacanya tinggi tetapi daya bacanya rendah. “iya mereka (red, pemuda) tidak mau ketinggalan dengan FB, Twitter,WA sedetikpun,” tegasnya.
Dalam penyajiannya Wasit, sapaan akrab, Abdul Wasit memberikan nasehat-nasehat pada santri era modern kali ini. Bahwa skill-skill dasar kesantrian modern, pertama, bisa baca al-Qur’an dengan tajwid yang baik. Kedua, bisa baca Kitab Kuning dengan baik. Ketiga, harus bisa memimpin ritual keagamaan. Seperti tahlil, khotbah, dan semacamnya. Keempat, terus mengikuti arus perkembangan zaman. Keempat, berbicara dan berbahasa sesuai dengan kondisi masyarakat kita. “Hal itu semua harus menjadi pegangan santri modern di manapun berada,” pungkas penyaji lulusan PP. Tebuireng Jombang.
Sebelum acara ditutup, ketua Sanggar Andalas membacakan puisi dengan judul "Santri Nusantara" karya Sosiawan Leak. Kemudian dilanjut dengan acara selanjutnya yaitu pemberian cenderamata pada kedua panyaji tersebut dan tak lupa pada moderator oleh ketua pengurus PP. Annuqayah daerah Lubangsa. Akhirnya acara ditutup dengan lagu khas Hadrah Banjari Lubangsa.
Penulis : Abd. Aziz Editor : Abd. Warits