Belajar Cerita Bersama Cak Faiz
3654 View
“Tulisan yang baik itu mengikat, tidak lepas,” kata Cak Faiz.
Begitulah pernyataan salah satu tim dari Radio Buku kala itu. Namanya Faiz Ahsoul. Ia kerapkali disebut sebagai Cak Dolan oleh teman-temannya di Yogjakarta. Sebutan ini muncul karena tercermin dari aktivitas keseharian yang ia lakukan saat di Desa Gosari, Bantul.
Betapa tidak, Cak Faiz sering mondar-mandir ke Panggungharjo selama berada di desanya. Letak antara rumah dan kawasan Panggungharjo tidak begitu jauh. Ia menyebut sekitar 30 menit jarak tempuh bila memakai sepeda motor. Editor buku itu pun memang sesekali main dan belajar kolektif dengan rekan-rekan di sana untuk mengelola sampah.
Tak jarang, para koleganya bertanya soal hubungan antara sampah dan Pekerja Arsip Buku itu, “jadi banyak yang tanya, apa hubungan sampah dengan pekerjaan saya? Padahal dari sampah, banyak sekali arsip yang bisa kita tulis dalam sebuah cerita,” imbuhnya.
Benar, keseharian itu mengantarkan Cak Faiz untuk ikut rombongan dalam program Pesantren Emas (Ekosistem Madani Atasi Sampah). Ia menjadi salah satu mentor dari program ini di Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa.
Kehadiran Cak Faiz ke Lubangsa, sebenarnya mengisi agenda Workshop Kepenulisan yang kosong. Sesuai jadwal, ia akan melatih para santri yang tergabung dalam rombongan perwakilan 12 Pesantren itu, namun ia urungkan sebab yang dilatih masih belum selesai dalam tugas mengelola sampah.
“Saya belajar kolektif bersama kalian di sini karena saya lihat pengelolahan sampah di Lubangsa sudah tuntas. Jadi saya masih belum mengajari para santri dari pesantren Emas itu,” ujarnya.
Sore itu (23/07) Cak Faiz mengajari kami untuk membuat tulisan dan teknik bercerita dengan baik di Laboratorium Sampah. Jumlah yang hadir cukup banyak, sekitar 10 orang. Dalam materinya, Cak Faiz memulai perkenalan tentang profil pribadinya, secara singkat juga lugas.
Usai memperkenalkan diri, justru seluruh peserta harus memperkenalkan diri persis seperti Cak Faiz contohkan. Tentu hal ini jadi metode yang unik dan belum pernah dirasakan oleh para peserta. Maklum peserta pelatihan Workshop Kepenulisan biasanya diajari teori bukan teknik semacam itu.
“Kalian tidak akan diajari menulis seperti ini dan itu. Jadi kalian harus menyusun cerita bukan mengatakan. Dari sana, saya bisa menjelaskan teknik-teknik kelas menulis melalui cerita kalian masing-masing. Ini yang saya sebut sebagai belajar kolektif” ucapnya.
Penyampaikan kelas menulis Cak Faiz menghabiskan 2 jam. Ia turut membedah kalau narasi, diksi dan susunan cerita yang dipakai oleh peserta semuanya bagus. Tapi ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Salah satunya penggambaran imajinasi.
“Jadi kita perlu menggambarkan, melukisan imajinasi dalam cerita kita. Gambarlah, lukiskanlah”.
Bermain-main dengan imajinasi, plot twist dan diksi adalah alat bagi juru dongeng. Cak Faiz menekankan kunci dari menulis itu ada 2, yakni sudut pandang dan jujur atau lugas. Sudut pandang begitu perlu dalam sebuah cerita sebab membikin pembaca semakin tertarik. Bahkan sudut pandang pula yang membuat cerita itu bakal berjarak cukup jauh atau dekat.
“Kalau sudut pandang klise, maka pembaca akan mengabaikannya. Sebaliknya, jika kalian berani keluar dari sudut klise itu, maka pembaca semakin tertarik membacanya. Namun apakah pembaca tidak suka terhadap sudut pandang yang datar? Belum tentu. Terkadang pembaca itu suka akan cerita yang datar, maksudnya tidak ada plot twist dalam ceritanya,” jelasnya.
Sambil menerangkan, Cak Faiz sesekali menyisipkan koreksi terhadap apa yang sudah diceritakan oleh peserta. Banyak sekali hasil koreksiannya. Tapi yang paling diingat hanyalah bagaimana sebuah tulisan itu tidak genit.
“Ibarat tulisan genit itu seperti Aquarium. Bagaimana kita melihat Aquarium; ada gelembung, hiasan, lampu-lampu dan itu semua dibuat-buat. Berbeda dengan Kolam. Kehidupan di kolam itu begitu menyatu dengan sendirinya. Itu yang dimaksud teks tidak lepas dari konteks. Maka tulisan haruslah jujur atau lugas, supaya tulisan itu mampu mengikat,” jelasnya.
Tak berhenti di situ, Cak Faiz usai menerangkan teknik bercerita, peserta perlu mencari bahan tulisan dengan melihat-lihat Laboratorium Sampah. Ia berkata semua bahan tulisan dari berbagai genre itu sudah ada di Laboratorium, bahkan cukup banyak.
Cak Faiz mengambil 4 benda yang wujudnya tidak sama, dua parfum dan dua buku. Ia menjelaskan dari keempat benda ini semuanya bisa jadi tulisan yang kreatif. Misalnya parfum merek Casablanka. Tentu nama Casablanka tidak asing lagi dan pemakaianya pasti santri putra.
“Dari Parfum Casablanka ini, bisa kita telusuri bagaimana sejarahnya, atau seperti apa sejarah masuknya benda semacam ini ke Guluk-Guluk.”
Sebotol Parfum merek Casablanka bekas itulah peserta mulai menyadari tulisan yang kreatif adalah penulisan suka-suka. Oleh sebab itu, Cak Faiz mengajak para peserta untuk menulis sesuai genre masing-masing mengenai sampah. Setiap tulisan itu akan dikirm ke Cak Faiz via email.
Ajakan dari Faiz Ahsoul ini menyudahi agenda Workhsop Kepenulisan. Tanpa diduga waktu sudah berlalu dan Cak Faiz tidak lupa membagi tugas pada peserta guna membuat tulisan, dan setiap tulisan itu akan dimasukkan ke sebuah antologi.
Penulis | : Ikrom Firdaus |