Si Kecil Ingin Ngajar di Madrasah Diniyah Agar Bisa Dekat dengan K. Mamak
9594 View
Dia masih kecil. Wajahnya polos. Namun, diusianya yang masih belia, dia punya cita-cita mulia.
Lubangsa_Namanya Kholilur Rohman asal Ketawang, Parebbaan, Ganding. Dia berstatus santri baru dan sekarang tengah mengikuti Orientasi dan Pembinaan Santri Baru 2023 (Opsaba’23). Saat ditemui (12/09), dia sedang bersiap-siap memakai aksesoris Opsaba’23. Rohman termasuk anak yang terbuka walau tempaknya dia pemalu. Namun siapa sangka, dibalik wajahnya yang polos itu, dia punya impian yang tinggi, yaitu ingin menjadi tenaga pendidik di Madrasah Tsanawiyah 1 Annuqayah, lembaga Pendidikan tempat dia bersekolah saat ini.
Selain menjadi tenaga pendidik di almamaternya tersebut, Rohman juga ingin menjadi guru di Madrasah Diniyah Baramij Al-Tarbiyah Wa Al-Ta’lim. “Selain di MTS 1, saya juga ingin mengajar di madrasah Diniyah di Lubangsa biar lebih dekat dengan K. Mamak (K. Muhammad Shalahuddin A. Warits, M. Hum, Pengasuh Lubangsa), biar dipanggil, didoakan oleh beliau dan dapat barokah.” harapnya. Baginya, tidak ada yang lebih diimpikan kecuali dekat dengan Kiai.
Rohman mondok di Lubangsa atas keinginan dan dorongan semangat dari orang tuanya. Mereka pernah bilang pada Rohman bahwa jika dirinya mondok, dia tidak akan malu-maluin keluarga ketika terjun di masyarakat kelak. Ibunya menekankan agar menjaga akhlak dan sikap kepada orang yang lebih tua, terutama pada guru.
Rohman bercerita. Semenjak mondok di pesantren, dirinya mengalami perubahan. Dia mengaku tidak tahu nulis Arab. Sekarang, dia sudah bisa nulis Arab sebab kemampuan itu terus diasahnya. Dia juga ingin pintar baca kitab dan ingin membahagiakan orang tuanya. Terkadang, pada waktu tertentu, dia nangis karena ingat orang tua.
“Utamanya saat kiriman. Setelah orang tua pulang, saya nangis. Tapi orang tua saya bilang, ‘jangan nagis, itu nafsu. Nafsu mengajak kepada kejelekan. Kamu harus kuat.’” ceritanya saat diwawancara di serambi masjid Jami Annuqayah. Jadinya, dia menabahkan diri dan berupaya agar betah di pesantren.
Dia pernah dimarahi orang tuanya saat nakal dan lupa mendirikan salat. Namun, kenangan itu menjadi Pelajaran baginya bahwa yang paling penting adalah pendidikan dan perubahan sikap. Dia mengaku bahwa semua itu didapatkannya saat mondok. Dia dihadapkan dengan kultur yang berbeda serta bertemu dengan berbagai macam orang dengan berbagai karakter.
“Di pesantren saya diwajibkan hadiran, bangun Subuh, dan semua itu saya lakukan dengan rutin di pondok. Sekarang saya ikut Opsaba, saya jadi lebih mandiri.” akunya sambil memamerkan gigi-giginya.
Di pesantren, Rohman ingin mewujudkan cita-cita untuk membahagiakan orang tua. Setiap pesan-pesan orang tuanya dia dengarkan seperti jangan melanggar peraturan pesantren dan rajin ikut hadiran atau salat berjamaah bersama. Teman-temannya bilang kalau ada santri yang bisa istiqamah salat berjamaah selama 40 hari berturut-turut, maka ia akan jadi orang sukses.
Hanya saja, di Lubangsa dia punya satu keinginan. Dia ingin menjadi lebih dekat dengan Pengasuh Lubangsa. “Tak ada yang lebih indah dari itu.” tandasnya.
Penulis | : Moh. Tsabit Husain |
Editor | : Abd. Sa'ed |