Pembukaan Opsaba Sukses, Pengasuh Tekankan Ilmu itu Obligatori
3627 View
Lubangsa_ Pembukaan Orientasi Penerimaan Santri Baru (Opsaba) kemarin (25/10) berjalan khidmat. Kegiatan tahunan yang bertempat di Aula Lubangsa itu dibuka oleh Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa via Zoom. Selain itu, Opsaba akan dihelat selama lima hari ke depan.
Moh. Syafi’i Idrus, ketua panitia, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini tentu bereda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain waktu yang lebih pendek, materi yang diberikan pada peserta nantinya adalah pelajaran dasar, “ke depan, kalian akan banyak menimba ilmu, seperti kepesantrenan, Aswaja, dan lain-lain,” ucapnya.
Hal ini ditenggarai langsung oleh Moh. Farid. Dia yang mewakili Ketua Pengurus juga mengatakan materi yang sudah dicanangkan panitia, bagaimana peserta dapat menyerna dengan sebaik mungkin. Lagi pula, tambahnya, kegiatan ini harus bisa menguah sikap santri, “setelah mengikuti kegiatan Opsaba, ada perubahan-perubahan yang harus ditunjukkan pada diri kalian sendiri,” ujarnya.
Farid yang menjabat sebagai Ketua IV ini kemudian menjabarkan sifat kegiatan Opsaba yang mesti diikuti oleh seluruh santri baru, “kegiatan Opsaba adalah kegiatan wajib. Namanya wajib, yang tidak mengikuti atau yang tidak lulus tidak sah menjadi santri,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, pengasuh memberikan gambaran kecil seputar berdirinya pondok pesantren Annuqayah. Beliau menceritakan awal mula terbentuknya pesantren yang semula bernama “Luk Guluk” digagas oleh seorang ulama K. Mohammad Syarqawi, “dulu beliau mendirikan di sepetak tanah yang bernama Lubangsa,” dawuhnya.
Beliau pun turut menekankan pada peserta pentingnya menuntut ilmu. Secara praktis, fungsi ilmu adalah didoakan oleh makhluq lain, “menuntut ilmu itu obligatori. Obligatori artinya wajib, wajbi secara hukum dan moral. Itu tujuan anda berangkat dari rumah menuju pondok pesantren,” lanjutnya.
Terakhir, K. Mohammad Shalahuddin kembali mengingatkan pada seluruh santri baru untuk terus memegang ilmu akhlaq. Hal ini dikarenakan ilmu hal (etika. red) tidak bisa dipelajari dengan mata pelajaran. Sebab ia adalah wujud karakter, jiwa dan kepriadian seorang santri, “tapi kita belajar secara bersama-sama,” pungkasnya.
Penulis | : Moh Tsabit Husain |
Editor | : Ikrom Firdaus |