Gelar HSN, Ketua Iksaj Sebut Momen Ini Wajib Dirayakan
5760 View
Lubangsa (20/10/20) semua anggota Organisasi Daerah Ikatan Santri Annuqayah Jawa (Iksaj) memenuhi pelataran aula Lubangsa selang setengah jam setelah salat jamaah isya usai. Organisasi daerah yang menampung santri dari Jawa tersebut tengah merealisasikan salah satu program kerjanya. Dalam hal ini, acara memang diniatkan untuk dimeriahkan oleh bahkan dari luar elemen organisasi daerah Iksaj.
Selanjutnya dekorasi panggung yang paling menyedot perhatian setelah para undangan disambut hangat para panitia bagian resepsionis yang rapi menggenakan jas almamater. Berlatar gaun kuning bergaya ala auditorium Asy-Syarqawi memberi kesan pertama tentang hajat perhelatan acara ini yang memang tak mau yang biasa-biasa saja, serta pot-pot aneka bunga. Tertulis besar di atas tengah Hari Santri Nasional, sebagai tajuk perlehatan acara.
Tepat di depan panggung dekorasi tergelar tikar dengan plakat bertuliskan Penyaji dan Moderator. Di sebelah barat adalah tempat jamu tamu semua ketua Organisasi Daerah yang ada di Lubangsa plus Mudir MD BTT, Ust. Ahmad Fajar Shadiqi dan Ketua pengurus PPA Lubangsa, Ust. Junaidi. berbaris rapi di sebelah timur segenap panitia. Acara ini juga mengundang perwakilan kamar santri baru dan seluruh pemimpin lembaga unit.
Acara dimulai dengan penampilan hadrah Al-Banjari Selaweyan di hadapan tikar penyaji. Bagian timur untuk anggota-anggota Iksaj dan alumni-alumni di depannya.
Dalam sambutannya untuk acara ini ketua Iksaj, M. Hafil Mangkudilaga menyampaikan pentingnya merayakan hari santri yang bertujuan sebagai refleksi atas dinamika kesantrian saat ini selain juga untuk memberikan informasi lebih jernih tentang peristiwa 22 Oktober 1945 sebagai penanda resolusi jihad yang digaungkan K.H. Hasyim Asy’ari. “Bagaimana santri dahulu berjuang berperang menegakkan dan mempertahankan NKRI serta melihat realitas santri hari ini. Oleh karena itu kami tidak main-main mengadakannya sebab momen ini wajib kita rayakan.” kata santri asal Situbondo itu.
Dr. Fathurrasyid. M. Th. I dengan arahan moderator, Ust. Miftatus Surur bercerita bahwa pada tanggal 20-21 Oktober tahun itu, KH Hasyim Asy’ari mengundang ulama-ulama se-Jawa termasuk Madura untuk berkumpul di dhalem khusus beliau memusyawarahkan rencana perlawanan kepada Belanda yang mendarat di Surabaya dengan membawa sistem persenjataan canggih. Hadir juga di perkumpulan itu presiden dan wakil presiden pertama RI atas masukan dari Jendral Sudirman untuk sowan dalam upaya pelawanan. Akhirnya Resolusi Jihad menjadi kesepekatan yang mengatakan bahwa perang melawan penjajah hukumnya fardlu ‘ain (kewajiban personal) setiap orang dalam jarak tertentu. Konon, disebut juga bahwa bom yang diam-diam dibawa oleh AWS Mallaby meledak karena ulah santri bernama Harun yang mengakibatkan jendral AFNEI itu tewas di mobilnya pada malam gulita itu. Juga insiden perobekan bendera biru di atas Hotel Yamato atau hotel Majapahit menurut beliau, adalah aksi heroik seorang santri K.H. Hasyim Asy’ari bernama Hasan yang dikisahkan, dibalut jampi-jampi sebagai kebal tubuh.
Akan tetapi sejarah menutupi itu semua, “karena orang-orang yang berkepentingan berusaha menutup ruang gerak bagi pesantren ataupun santri dalam berbagai lini salah satunya dengan intervensi sejarah santri terlibat.” Ujar penyaji beralamatkan Pragaan yang juga dekan Fakultas Ushuluddin INSTIKA dengan nada provokatif yang disambut riuh tepuk tangan hadirin.
Dari kilas balik tersebut, lebih jauh penyaji membeberkan penjajahan atas santri zaman kini adalah bukan lagi penjajahan fisik melainkan mental dan ideologi. Oleh karenanya, lanjut beliau, santri selain harus menganut Islam yang moderat ia pula harus memiliki tiga keahlian wajib untuk mengahadapi tantangan tersebut, yakni: literasi; peradaban teks, kuasa media, dan kuasa panggung. Hemat beliau, “Ini penting karena zaman sekarang ilmu-ilmu agama banyak disajikan seperti fast-food. Semua orang (awam, Red) ingin yang cepat saji, mudah dimengerti dan praksis.” Tutur dengan penuh penekanan pria yang menyelesaikan program doktoral di UIN Sunan Ampel tersebut.
Penulis: Haikal Faqih
Editor: Muhtadi