Pengasuh; Santri Harus Terlibat Dalam Kemerdekaan
5247 View
Lubangsa_Pengurus Kesenian sukses menggelar acara Taysakurran Hut RI-77 dengan tema “Tabligh Cinta Kemerdekaan” yang bertempat di halaman Masjid Jami’ Annuqayah, kemarin malam (18/08). Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari tersebut, menyajikan pertunjukkan berbeda. Sebut saja, di hari pertama, santri diberi refleksi sejarah kemerdekaan oleh pengasuh dan dihibur penampilan al-Banjari. Sedangkan di hari berikutnya, panitia menayangkan film berjudul Tawassul kemerdekaan serta musikalisasi puisi Sanggar Andalas.
Ketua panitia pelaksana, Rifandi Yusuf menyatakan bentuk pemetakan dalam acara tersebut sebetulnya ingin menarasikan hakikat kemerdekaan. Makna narasi itu dicoba dibuat dengan perayaan dan pengarahan langsung dari pengasuh, “kilas sejarah yang diberikan pengasuh adalah yang utama,” ucapnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa, KH. Muhammad Salahuddin Aa Warits, menyampaikan refleksi sejarah tentang asal muasal Indonesia yang dimulai pada tahun 1286-an. Beliau menyatakan bahwa sebelum muncul negara Indonesia, wilayah ini merupakan tanah Nusantara yang sudah dikuasai oleh kerajaan besar bernama Majapahit. Alkisah, sebelum kerajaan Majapahit itu runtuh, mereka sempat mengutus seseorang untuk tinggal di sebuah pulau Sumenep, “nama dari utusan itu dikenal sebagai Arya Wiraraja,” ceritanya.
Selain itu, kiai Salahuddin bercerita sekilas perjuangan salah satu masyayikh Pondok Pesantren Annuqayah, yakni Kiai Abbdullah Sajjad. Kiprah Kiai Sajjad yang paling dicari oleh Belanda itu, tidak hanya sebagai guru di Pesantren, tetapi juga menjabat sebagai Kepala Desa Guluk-Guluk sekaligus pejuang kemerdekaan. Konon, Kiai sempat mengungsi di berbagai tempat sebab kondisi tidak aman, “kabarnya, beliau diminta untuk kembali ke Annuqayah. Tapi itu hasutan Belanda dengan berdalih bahwa kondisi aman. Beberapa waktu kemudian, Belanda menjemput beliau dan dibawa ke lapangan kemisan, sampai akhirnya beliau wafat di sana,” lanjutnya.
Pengasuh kemudian menutup refleksi itu dengan pesan agar seluruh santri mestinya memaknai hari kemerdekaan. Karena semakin kita jadi konsumen dan gagal menghasilkan produk, hal itu termasuk tanda-tanda kolonialisme, “maka sepatutnya santri ikut terlibat di dalam hari kemerdekaan,” pungkasnya.
Penulis | : Ikrom Firdaus |