Kisah Ipung, Sang Petugas UPT Jatian
4239 View
Siapa yang tidak jijik dengan sampah? Sampah yang mengeluarkan bau tidak sedap, bahkan sudah bercampur dengan ulat, nasi busuk, pembalut wanita, dan air kencing. Memandangnya pun mata tak akan kuat apalagi perut. Tapi tidak sama halnya dengan para petugas UPT Jatian. Sebagai unit koordinatif, mereka rela memilah dari beberapa sampah itu dengan semangat.
Lubangsa_Namanya Ipung. Saat ini ia sedang membersihkan sampah yang berserakan di UPT Jatian (15/16). Tangannya memungut satu persatu botol aqua, gelas, plastik, dan sampah lain. Sesekali tubuh Ipung harus berjongkok demi meraih sampah yang tak jelas rupa dan baunya itu. Sekalipun malam sudah larut, santri asal Madura Timur itu tetap tabah serta sabar mengabdi jadi petugas UPT Jatian.
“Kami di malam hari, biasanya melakukan pemilahan dan pembakaran sampah. Pemilahan kami mulai dari pukul 13.00 WIB dan berakhir saat jam menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kadang-kadang petugas berhenti ketika sudah jam 23.00 WIB.” Ujarnya sambil duduk istirahat.
Ipung menceritakan pengalaman yang paling berkesan. Ia berkata sampah yang dikirim beberapa hari ini tergolong bervariatif. Dari saking varian sampahnya banyak, Ipung dan teman-temannya kadangkala memilah sampah yang sudah berumur dan berjamur. Bahkan sampahnya dipenuhi ulat.
“Sampah yang paling menjijikan itu berupa Nasi Busuk. Bukan hanya bau, tapi banyak ulatnya. Ada juga beberapa sampah yang sering dibuang oleh santri, seperti Air Kencing dalam botol dan pembalut yang dibungkus plastik. Itu lebih parah ketika dibuka apalagi sampai tumpah saat pemilahan berlangsung.”
Manusia waras hakul yakin mendengar itu membuat perut terasa mual-mual. Begitu juga yang dialami oleh petugas UPT Jatian. Ipung pernah menemukan petugas yang baru saja bergabung langsung muntah. Ia bisa muntah disebabkan kondisi tubuhnya masih belia untuk hidup di lingkungan itu.
Tak hanya soal muntah, petugas kadang memakan sisa snack yang dibuang dan bercampur dengan sekian sampah. Awalnya ia mengira snack yang masih terbungkus rapi itu masih belum ternodai oleh tumpukan sampah lain, “jadi mereka makan dan katanya snack itu sudah agak lain rasanya,” lanjut Ipung.
Sampah-sampah yang sudah dikirim ke UPT Jatian itu, nantinya oleh petugas akan dilakukan proses pemilahan sekaligus pembakaran. Pembakaran ini ternyata sampai larut malam. Tetapi sesuai dengan banyaknya sampah yang ada.
“Kalau sampah yang kami terima itu masih menunggu kondisi dan situasi. Misalnya besok hari jumat. Hari jumat itu biasanya banyak. Sedangkan pembakaran itu sesuai kesemangatan petugasnya. Kalau mereka mampu sampai pukul shubuh, ya mereka akan jalani. Seperti tadi malam (24/05)”. Ucapnya.
Sempat terbesit di benak Ipung, bahwa tumpukan sampah pembalut itu akan dikuburkan. Benar sekali, tidak jauh dari pagar pembatas lokasi UPT Jatian, ada beberapa tumpukan sampah pembalut yang sudah dimasukkan ke dalam plastik besar. Ipung tidak tahu berapa ton jika sampah itu ditimbang. Tapi ia yakin, sampah itu tidak bisa dibakar secara serampangan. Konon, pembalut punya keterkaitan dengan alam gaib wanita.
“Kata Ibu Nyai, softek itu jangan dibuang sembarangan. Maka kami berencana akan menguburnya. Untuk lokasinya masih belum kami tentukan,” lanjutnya.
Mungkin seperti inilah wajah pesantren abad 21. Ipung dan teman-temannya masih belum tahu kapan akan berakhirnya sampah ini. Tapi dirinya yakin, setelah mengalami kesan dan pengalaman yang begitu horor, barokah akan tetap mengalir pada petugas yang ikhlas mengabdi di UPT Jatian.
Optimis itu yang Ipung wujudkan dan hanya berkata “semangat” pada kami untuk menyudahi percakapan serta kembali bertugas seperti biasanya.
Penulis | : Ikrom Firdaus |