Kelas Menulis Jadi Solusi, Dua Masalah Andalas Diatasi
4374 View
Cerita A. Fauzi menjadi titik terang. Pengurus Sanggar Andalas mengadakan kelas menulis.
Lubangsa_Khairuz Zaman (24) begitu ganjil melihat anggota Sanggar Andalas hanya sebatas membaca buku, sedangkan bila ditanya mengenai isinya, mereka mengaku tidak tahu. “Kok bisa mereka tak dapat menangkap gagasan dari apa yang mereka baca,” keluhnya di Padepokan Salak (25/07) lalu.
Sebagai Dewan Konsultan Andalas, Khairuz mulai berpikir dan mencari benang merah masalah itu. Pada waktu senggang dari tugasnya sebagai abdi dalem, ia meminta dua anggota Andalas membedah puisinya masing-masing.
Santri asal Posongsongan pun mengawasi dua anggota itu. Dalam menganalisis karya, Khairuz berharap mereka sanggup menemukan cela di setiap sajak. Sayang, harapannya bertepuk sebelah tangan, ternyata mereka tidak bisa berkomentar cuma sebatas merasakan. “Ini ada dua kemungkinan, mereka bingung atau hanya pura-pura tahu letak kesalahannya,” imbuhnya.
Dihadapkan dua kondisi tidak bersahabat ini, hati Khairuz tergerak untuk menyelesaikan. Dirinya tidak habis pikir, anggota Andalas begitu kontras dengan lima tahun lalu. Ia mengusulkan dalam rapat bersama seluruh pengurus Andalas, untuk menyelasikan permasalahan itu bersama para alumni. Karena baginya alumni lubuk akal, tepian ilmu. Segenap pengurus Andalas ternyata menyetujui.
Bak gayung bersambut, rencana itu terwujud sebelum libur Ramadan di Pantai Sembilan, Giligenting. Dalam satu forum bersama alumni—salah satunya Moh. Kifli Maulana, Nuril Supriyadi, dan A. Fauzi—membahas dua persoalan pelik bagi generasi Andalas saat ini.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Khairuz mengutarakan kegelisahan yang mengonak selama ini. Lantas, A. Fauzi sebagai alumni tertua yang hadir mulai bercerita. Alumni angkatan 2008 itu, mengutarakan kalau dulu anggota sanggar Andalas mengalami masalah serupa, segelintir anggota tidak bisa memahami dan menganalisis karya yang dibacanya. “Solusi di masa itu ialah mengadakan pelatihan menulis,” kata Khairuz meniru ucapan A. Fauzi.
Mendengar kisah itu, semua pengurus Andalas mengambil langkah sama. Mereka kembali ke pesantren dengan satu misi, menghidupi literasi. Karena mereka telah sadar, jika para anggota belajar secara otodidak, maka tidak ubahnya mengukir di atas air.
Kelas menulis itu dimulai awal Juni lalu. Pengurus menargetkan kelas ini berlangsung hingga para anggota, sebanyak 12 orang, bisa membaca dan menulis dengan baik. “Paling tidak setengah tahun ke depan,” ungkap Khairuz yang getol menyemangati.
Penulis | : Sururi Nurullah | |
Editor | : Ikrom Firdaus |