Fathol Holiq Berhasil Bakar Semangat Belajar Santri
3852 View
Dalam Acara “Motivasi Belajar”
Sabtu (28/5) siang, para santri berbondong-bondong memasuki Lantai II Aula Lubangsa. Santri-santri itu bermaksud mengikuti “Motivasi Belajar” yang diadakan oleh Panitia Akhir Sanah 2016. Kebetulan, “Motivasi Belajar” ini memang diwajibkan kepada semua santri Lubangsa.
Acara yang digelar sejak pukul 14.00 WIB itu, mendatangkan oleh salah seorang Alumni Lubangsa, Fathol Holiq. Ia merupakan dosen Psikologi Islam di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) lulusan UGM Jogjakarta, yang kini tinggal di Yayasan Mambaul Ulum, Gapura Barat Gapura Sumenep.
“Motivasi Belajar” ini merupakan serangkaian acara yang menjadikan Akhir Sanah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni bahwa Akhir Sanah 2016 tidak hanya terpaku pada pagelaran lomba semata, akan tetapi juga menyelenggarakan seminar dan semacamnya, yang bersifat penyajian. Setelah sebelumnya, “Seminar Kemahasiswaan” sukses digelar, disusul dengan “Motivasi Belajar”, dan berlanjut pada “Kampanye Anti Narkoba”, yang akan mendatangkan BNNK Sumenep, pada Senin (30/5).
Fathol Holiq memaparkan bahwa motivasi belajar bukan berasal dari luar, tapi dalam diri sendiri. “Membentuk motivasi belajar harus berawal dari dalam diri kita sendiri. Maka dari itu belajar harus memulainya dari diri kita sendiri (individual),” tuturnya pada santri yang menyesaki Aula Lubangsa, waktu itu.
Ia juga bercerita mengenai masa-masa dirinya saat mondok di Lubangsa. Cerita yang sangat inspiratif dan memompa semangat santri yang hadir kala itu. Ia mengingat betul ketika masih bermukim di Blok A/48, di mana proses semangat belajarnya tertanam, sehingga dari hal itu mengantarkannya hingga menjadi seperti sekarang ini.
Satu hal yang menjadikannya bangga sebagai santri, yakni bahwa Indonesia hari ini sejatinya membutuhkan jiwa yang sederhana, mandiri dan punya pandangan ke depan. “Hal itu tertanam dalam diri santri,” paparnya, yang diikuti oleh tepuk tangan santri, mengapresiasi.
Di akhir penyajiannya, pria berkacamata itu, memberikan ilustrasi cerita tentang katak kecil yang mengikuti sayembara memanjat hingga puncak menara yang tinggi. Pada akhirnya, dalam sayembara itu, hanya ada satu katak kecil yang berhasil sampai ke puncak menara tersebut, sementara yang lain, berjatuhan. Ternyata, rahasianya karena ia tuli, tidak bisa mendengarkan sorakan dan cemoohan katak-katak lain yang sedang menonton, yang menyebabkan beberapa katak kecil lainnya berjatuhan.
“Makanya, kita jangan mendengarkan kata-kata orang lain yang cenderung memberikan pengaruh negatif dan pesimis, karena mereka adalah orang yang akan mengambil sebagian mimpi kita dan akan menjadi penghalang kepada cita-cita besar kita!” pungkasnya, yang untuk kesekian kalinya diikuti oleh tepuk tangan santri.