Alumni Lubangsa Era 80-an Cerita Tentang Prospek Pengabdian
4221 View
Lubangsa_Pengabdian kepada masyarakat ketika pulang dari pondok pesantren, berdasarkan keterangan para alumni, sudah menjadi keharusan, meski ilmu yang didapat tidak menjulang setinggi langit.
Shadiq, alumni Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa, saat mampir ke pondok pesantren banyak bercerita tentang pengalamannya saat masih menjadi santri tahun 1981-1987 hingga boyong dari pesantren.
Awalnya, wartawan Lubangsa.org yang sedang menjalankan tugas kepesantrenan untuk menjaga batas paling utara pondok, tiba-tiba datang dua laki-laki bersepada motor dengan berbocengan masuk melalui pintu gerbang utara menuju depan Masjid Jamik Annuqayah, Kamis malam (12/11). Ketika arah jarum jam menunjukkan pukul 19:00 WIB.
Pengurus pesantren yang sekaligus wartawan itu, mencurigai kedua orang tersebut. Pasalnya, kondisi Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa sedang melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid Jamik Annuqayah.
Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, pengurus yang bertugas, terus menatap membuntuti gerak-gerik dua orang tersebut. Tanpa diduga, kedua orang itu balik arah dan menghampiri petugas yang sedang berjaga.
“Bindhare, kapan akan keluar dari masjid,” papar lelaki yang diboceng itu. Tanpa membuang banyak waktu, wartawan Lubangsa.org langsung mengintrogasi lebih lanjut.
Dua lelaki yang dicurigai itu ternyata santri Pondok Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa, Shadiq santri di Era 80-an dan NP (nama samaran) pernah nyantri di tahun 2000-an.
Shadiq, alumni asal Desa Karang Sokon, Guluk-Guluk Sumenep mulai bercerita tentang dirinya ketika masih nyantri. Pada tahun 80-an itu ketika masih bersekolah ada penobatan siswa tauladan. Bagi lelaki ini, bukanlah penobatannya yang menjadi daya tarik semasih nyantri, sebab sampai tahun 2017 penobatan itu mesti ada ketika perayaan haflahtul imtihan untuk siswa/santri yang berprestasi.
Lelaki yang satu ini lebih tertarik pada lagu yang mengiringi penobatan siswa/santri tauladan. “Kalau sekarang lagu itu barangkali sudah tidak ada,”paparnya, sambil mencontohkan lagu iringan penobatan siswa tauladan era 80-an. yang membuat wartawan terasa mendayu-dayu mendengar lagu tersebut.
Tidak hanya itu, lelaki yang memiliki putra Faizal el-Matruk, menjelaskan bahwa dirinya setelah boyong dari pesantren langsung mendapat tugas dari guru ngaji di rumahnya untuk membantu mengajari ilmu agama. “Padahal kan baru pulang Bindhare, langsung mendapat kepercayaan dari guru ngaji. Mau bagaimana lagi kalau sudah disuruh guru alif ,” ujarnya sambil tebar senyuman.
Penulis : Misbahul Munir
Editor : Jamalul Muttaqin