18 Hari Untuk Belajar Pengelolaan Sampah
6156 View
Tidak selamanya sampah itu jijik dan kotor. Enam santri dari Ponpes Nasy’atul Muta’alimin (Nasymut) yang belajar kilat tata cara pengelolaan sampah yang bertanggungjawab dan berkelanjutan di Laboratorium Sampah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jatian membuktikan bahwa sampah tidak selalu menjijikkan.
Di antara mereka ada Husnul Khatim. Dia salah satu santri delegesi dari Nasymut yang berkesempatan belajar serta praktik lapangan penglolaan sampah di UPT Jatian. Mulanya, dia tidak menyangka kalau karyawan di sana bisa menyulap sampah menjadi produk bermanfaat dan berdaya jual, seperti paving block.
“Awalnya tidak nyangka kalau plastik bisa dibuat paving block. Pas tiba di sini, ternyata bisa.” ujar Husnul saat ditemui di UPT Jatian awal tadi pagi (15/11).
Selama di Jatian, dia lebih tertarik pada pembuatan paving block. Tidak mudah membuatnya. Muka panas dan kusam sudah biasa dirasakannya, sebab api dari tungku nyalanya berkobar. Langkahnya harus hati-hati. Salah bergerak, api akan menjilat dirinya.
Husnul tertarik pada produk paving karena hal seperti itu adalah kreativitas yang perlu djaga. Bukan hanya paving, eco break atau kursi berbahan dasar plastik dan pupuk kompos menjadi ketertarikan tersendiri.
“Kami kerjanya random. Apapun di lakukan di sini.”ungkap pemuda asal Talango tersebut. Husnul ingin, keterampilan mengelola sampah mulai dari tahap pemilahan, produksi sampai pemusnahan benar-benar dikuasai.
Namun, dibalik itu semua, Husnul sempat merasakan tidak betah tinggal di Lubangsa.
“Itu awal-awal saya tiba. Lingkungan baru, jadi butuh adaptasi. Setelahnya, biasa saja.” ucapnya tertawa.
Hal serupa pun dirasakan oleh Ahmad Roihan. Dia mengaku tidak betah. Namun, karena sudah ditugaskan belajar di Jatian, dia lewati hari-hari sebagaimana biasa.
Ketika ditanya mengapa dirinya mau didelegasikan untuk belajar kilat pengelolaan sampah, dia menuturkan bahwa itu memang keingingannya.
“Barokah. Barangkali dengan ini, saya bisa dapat barokah.” tuturnya.
Kali pertama, Roihan bingung dengan pemilahan sampah berdasarkan jenis. Ada kertas, bungkus nasi dan plastik. Seiring waktu, dia mulai beradaptasi dan belajar. 17 hari mereka lalui bersama. Bagaiakan menanampohon, dia bakal memetik buahnya.
Cuma, dia tidak lupa. Tugasnya masih panjang. Pengabdiannya ke ponpes Nasymut baru akan dimulai. Bagaiamana caranya dia mengelola sampah di sana merupakan jawaban ayng mest dicarinya. Sebab itu, dia terus melakukan koordinasi bersama pihak PT Jaian dan pesantren tempat dia berasal.
Kabar menggembirakan datang. Setelah tuntas belajar di sini, mereka berencana bakal membuat tempat pengelolaan sampah yang sama di lembaga asal masing-masing. Tinggal menunggu presentasi riset Bussines Modal Canvas 9MBC) atau rancangan serta planning yang akan dibuat untuk membangun tempat pengelolaan sampah bertanggungjawab dan berkelanjutan.
“Mungkin nanti malam, kami akan mempresentasikannya.” tandasnya disertai senyum sumringah.