Musyawarah Ekologi Pesantren: Butuh Peran Pengasuh dan Kebijakan Tegas
5409 View
Lubangsa_Musyawarah Ekologi Pesantren bertema Menyongsong Gerakan Ekopesantren sukses digelar di aula Lubangsa (02/03). Acara yang diselenggarakan Laboratorium Sampah Unit Pelaksan Teknis Jatian menghadirkan Lurah Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi dan K. M. Musthafa sebagai pembicara dan dihadiri oleh delegasi pesantren se-Madura.
Ketua Pengurus PP Annuqayah daerah Lubangsa Moh. Farid menuturkan bahwa acara ini digelar untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan sampah di pesantren. Selama ini, sampah menjadi problem global dan pesantren harus tanggap terhadap isu-isu tersebut.
“Setidaknya kita mampu meminimalkan produksi sampah kita sehari-hari,” ujarnya saat sambutan.
Farid menyatakan bahwa selama ini sampah selalu menjadi permasalahan. Bagaimana dengan adanya musyawarah kali ini, sampah yang dihasilkan santri di pesantren bisa diatasi di pesantren itu sendiri.
Hal senada di sampaikan oleh Lurah Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi bahwa pesantren harus bisa mengatasi problem sampah di lingkungan mereka sendiri. Wahyudi bercerita bahwa di Pnggungharjo, upaya pertama yang dilakukan olehnya adalah memberikan perubahan perilaku.
“Pengelolaaan sampah di desa Panggungharjo bermula sejak tahun 2013 dengan tujuan untuk memberikan perubahan perilaku, kontrol limbah makanan dan adanya pemanfaatan sampah,” ucap lelaki yang mendapat pengahargaan pemerintah Myanmar di bidang lingkungan tersebut.
Mengenai pengelolaan sampah di pesantren, Wahyudi mengatakan kalau peran pimpinan atau pengasuh dan kebijakan yang dibuat itu penting. Di Yogyakarta, Wahyudi memperluas gerakan dengan mengajak berbagai pesantren besar seperti Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta untuk mengelola sampah secara mandiri. sebab pesantren memiliki potensi besar untuk itu.
“Jadi, di Al-Munawwir itu Kiainya takut sama Pengurus Kebersihan. Kalau sampah di rumah Kiainya tidak dipilah, sampah itu tidak bakal diangkut (oleh pengurus kebersihan). Jadi perlu adanya kebijakan yang dibuat dan diterapkan dengan tegas,” imbuhnya.
K. M. Musthafa sepakat dengan hal tersebut. Setidaknya, butuh pemimpin yang konkret bergerak dan perhatian pada sampah. Sebenarnya, di Annuqayah sudah ada kesadaran terhadap lingkungan seperti adanya santri yang diikutkan pelatihan dan bank sampah.
“Tapi, kurang pemimpin yang sadar akan hal itu. Makanya Pengasuh Lubangsa K. Mamak (K. Moh. Shalahuddin A. Warits) langsung mengirimkan santrinya untuk belajar pengelolaan sampah di Panggungharjo,” katanya.
Bagi K. Musthafa, kalau pemimpinnya sudah berkesadaran, maka perlu adanya eksekutor. Eksekutor merupakan lapisan kedua yang mejalankan ide-ide dan gagasan yang dibuat oleh pimpinan.
“Untuk mengelola sampah butuh tiga hal, landasan normatif, butuh fakta-fakta menginspirasi seperti yang dilakukan Bapak Wahyudi di desa Panggungharjo dan butuh pemimpin yang menggerakkan,” pungkas salah satu Masyayikh Annuqayah daerah Karang Jati itu.
Usai musyawarah, peserta field trip atau berkunjung ke Laboratorium Sampah Unit Pelaksana Teknis Jatian untuk melihat pengelolaan sampah di PP