Formal Tarbiyah, Diskusi Pendidikan dari Buku Ki Darmaningtiyas
2574 View
Lubangsa_Di halaman masjid jami’ Annuqayah, beberapa mahasiswa berkumpul di bawah sinar rembulan yang menyembunyikan wajahnya. Hanya bintang yang menyaksikannya menghiasi langit malam itu. Sekelumit persoalan pendidikan di Indonesia, kembali menjadi topik pembahasan teman-teman Forum Mahasiswa Lubangsa Fakultas Tarbiyah (Formal-FT). Juga perhatian tersebut terlihat saat mereka mengusung tema “Pendidikan Rusak-Rusakan,” yang diambil dari judul buku Ki Darmaningtiyas, salah satu penulis produktif dan pemerhati pendidikan di Indonesia. “pendidikan persoalan penting yang harus kita kaji malam kali ini, untuk lebih jelasnya saya pasrahkan kepada Muhammad Yazid sebagai pemandu jalannya diskusi malam ini,” tutur Abd. Mun’iem mengawali pertemuan malam itu di depan masjid jami’(27/08).
“Dalam buku yang ditulis oleh Ki Darmaningtiyas, sebenarnya banyak kritik yang dibangun oleh penulis atas peraturan-peraturan soal pendidikan yang ditetapkan pemerintah. Semisal mengenai anggaran, honorer guru,” ucap Muhammad Yazid di awal pembicaraannya sebelum meminta argumen peserta diskusi malam itu. Setelah permasalahan tersebut diuraikan, Fathor Rasi memberikan opini mengenai pendidikan bangsa ini, “Bagaimana bangsa ini merdeka dengan sesungguhnya, sedang guru masih belum merdeka, dan pemerintah menganggar 30% untuk Pendidikan, beda halnya dengan Verlandia, Singapura dan negara lainnya,” tuturnya.
Pembahasan malam itu pun semakin meluas, dari saking banyaknya masalah yang terjadi di Indonesia menyangkut pendidikan. “Seharusnya Pendidikan kembali pada tujuan yang termaktub di UU 1945 yakni pendidikan mempunyai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan keberadaan Lembaga pendidikan sebagai media pemerasan hak-hak rakyat. Artinya, pendidikan harus bisa menatap masa depan bangsa ini,” ucap Malik Mamber panggilan akrabnya. Tidak hanya itu, pergantian kurikulum Full Day School kepada K.13 mendapat sorotan dari teman-teman peserta diskusi, dimungkinkan perubahan tersebut adanya politisasi pendidikan. “sebab, kurikulum belum terlaksana dengan efektif dan efesien, masih saja dikeluarkan kurikulum baru,”ungkap Faisal Akbar santri humoris asal Ketupat Raas. Setelah semua dapat menyimpulkan hasil diskusi tersebut, akhirnya diskusi ditutup dengan pembacaan mars Shubbanul wathan yang dimpin oleh Andi. (*)
Penulis : Malik Mamber
Editor : Abd. Warits