D. Zawawi Imron Menghadiri Harlah Ikstida, Santri harus Berhati Jernih
3303 View
Lubangsa_Ikatan Keluarga Santri Timur Daya (Ikstida) memperingati hari lahir yang ke-35 pada Rabu malam (25/12) hingga Kamis malam (26/12). Hari lahir pada tahun ini diformat dengan festival budaya yang diisi dengan penampilan Teater Poar dan pameran hasta karya santri-santri dari timur daya pada Rabu malam (25/12) di Aula Lubangsa.
Jumlah penonton juga sangat banyak karena disamping menyaksikan penampilan, penonton juga menyaksikan pameran lukisan yang dipajang disebelah barat bagian utara Aula Lubangsa. Kemudian, dilanjutkan dengan ngaji budaya dan dialog interaktif yang mendatangkan budayawan nasional, D. Zawawi Imron pada kamis malam (26/12) di depan Masjid Jamik Annuqayah.
Menurut laporan ketua panitia, Abd. Sa’ed menyampaikan bahwa untuk tahun ini acara harlah Ikstida memang diperingati berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. “ngaji budaya terbuka untuk umum, kami juga mengundang santri daerah lain di Annuqayah yang berasal dari Timur Daya,” terangnya.
Kegiatan ngaji budaya dan dialog interaktif dibuka dengan penampilan hadrah Al-Banjari Nurul Fata sebagai pembuka untuk menyambut undangan yang hadir dilanjutkan acara seremonial sekaligus prosesi harlah Ikstida. “saya harap degan terselanggaranya acara besar yang memang ada setiap tahun akan membuat kita termenung sejenak mengingat perjuangan para pendiri,” ucap Afifurrahman, Ketua Ikatan Keluarga Santri Timur Daya saat memberikan sambutannya di depan undangan yang hadir.
Yassir Arafat sebagai MC langsung memasrahkan kepada alumni Ikstida, K. Mahrus Miftah untuk memandu acara dialog interaktif dan ngaji budaya tersebut. Kegiatan ini berlangsung dengan khidmat ketika D. Zawawi Imron atau yang biasa dipanggil Pak De menyampaikan beberapa hal tentang sejarah kebudayaan di daerah timur daya, termasuk juga menyebut beberapa keistimewaan Batu Putih dalam sejarah nusantara, “daerah Batu Putih ini yang salah satunya disebut oleh Kuntowijoyo dalam penelitiannya,” ungkapnya.
Penyair sekaligus budayawan yang berasal dari Batang-Batang Sumenep itu juga menyampaikan beberapa makna-makna filosofis orang Madura yang bisa menjadi pelajaran dan perlu untuk disikapi oleh seorang santri ketika berada di tengah-tengah masyarakat. “santri harus memiliki ate se soklah (hati yang jernih), hati yang jernih ini yang akan menggiring kita untuk tidak bermusuhan, jege jelen maronggina,”terangnya. Beliau juga mengungkapkan bahwa kebudayaan timur daya atau lebih khusus Madura hari ini cenderung mengarah kepada kebendaan semata.
Di samping menerangkan tentang kebudayaan, D. Zawawi Imron juga motivasi kepada seluruh undangan yang hadir, terutama santri yang berasal dari Timur Daya dalam bidang ruh literasi dan menceritakan bagaimana proses kreatifnya dalam menciptakan karya-karya yang bisa diperhitungkan oleh berbagai kalangan. “paling tidak mengharumkan namanya sendiri, lebih-lebih bisa mengharumkan nama pondoknya,” pungkasnya.
Penulis : Khairur Roziqin
Editor : Abd. Warits