Belajar Tilawah tidak Secepat Membuat Mie Instan
5913 View
Lubangsa_Pagi itu (12/04) angin berembus sejuk, awan di langit terarak pelan mengiringi langkah para qari’ Lubangsa. Terlihat beberapa pengurus Kesenian dan Pesantren sibuk membawa kamera DSLR yang akan digunakan nanti pada acara Closing Activity Jam’iyyatul Qurro’ Lubangsa (JQL) yang bertempat di mushalla Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika).
Acara tersebut, menurut Fadil Hasan, selaku pengurus JQL adalah acara momen terakhir di masa jabatan As’adi sebagai ketua pada periode 2017-2019. “Inilah acara terakhir di masa jabatan As’adi menjadi ketua,” tuturnya sambil berjalan menuju Instika pagi itu.
Tepat pada putaran jam 06.45 acara tersebut dimulai. Nampak semua anggota maupun pengurus JQL berjejer rapi di dalam mushalla tersebut mendengarkan rentetan acara yang dibacakan Abd. Jamil sebagai MC pada acara itu, sebab pada acara tersebut diformat secara seremonial, mulai dari pembukaan, nafiri Kalam Ilahi, pembacaan mars JQL dan sambutan-sambutan menempati mata rantai acara yang keempat
Menurut As’adi sebagai ketua JQL, menerangkan dalam sambutannya, bahwa acara tersebut sebenarnya tidak terprogram dalam program kerja JQL hanya saja dia ingin di momen terakhirnya menjadi ketua, ada suatu kenang-kenangan yang bisa diberikan kepada JQL agar menjadi motivasi bagi pengurus maupun anggota ke depannya. “Tentunya agar bersemangat baik latihan atau mengadakan acara demi kemajuan JQL,” terangnya.
Lain halnya dengan apa yang disampaikan Afif Tabyinol Haq, Pengurus Seksi Kesenian Lubangsa. Dalam sambutannya dia banyak memotivasi anggota maupun pengurus JQL untuk lebih semangat lagi belajar tilawah ke depannya. “Saya berharap agar kalian semua tetap aktif belajar tilawah dan bisa bertahan meskipun prosesnya panjang. Jangan meniru proses pembuatan Mi Instan yang hanya diremas, dididihkan kemudian dimakan. Sebab proses itu tidak akan menyalahi hasil,” ungkapnya panjang lebar.
Dia juga mengungkapkan bahwa seorang yang belajar tilawah dan sudah mempunyai modal suara yang bagus maka akan gampang belajar kalau bersemangat. Sebaliknya orang yang sudah punya modal suara yang bagus namun tidak semangat, akan kalah pada orang yang sama sekali tidak punya modal suara yang bagus namun mempunyai semangat yang tinggi untuk belajar tilawah. “Proses belajar seni itu diperoleh dalam jangka panjang. Bukan seperti sulap yang langsung jadi. Apalagi belajar seni tilawah yang perlu latihan ekstra dan waktu yang panjang hingga tujuh tahun lebih,” imbuhnya.
Selanjutnya penutupan aktivitas tersebut ditutup dengan pembacaan Surah Al-Fatihah bersama, dengan harapan kegiatan yang dilakukan selama dua tahun pada periode As’adi ini dapat bermanfaat dan barokah. “Meskipun program ditutup, bukan berarti kalian tidak boleh latihan, sebab ini hanya formalitas saja,” cetus santri yang dikenal humoris itu.
Setelah acara seremonial tersebut selesai dilanjutkan dengan bimbingan tilawah yang dipimpin oleh al-Ustadz A. Rofiq. Tepat pukul 08:30 acara tersebut selesai, “Untuk mengabadikan kebersamaan mari kita berpose dulu,” pungkas salah satu anggota.
Penulis : Moh Nailus Shafi
Editor : Abd. Warits