Misbahul Munir, Semoga Pengabdianmu Abadi di sini
3816 View
Lubangsa_Setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Kematian tidak bisa dimajukan maupun diundur. Kematian pasti akan dicicipi oleh setiap manusia. Itulah dunia, tidak ada yang abadi, kecuali amal perbuatan sebagai bekal menuju kehadirat-Nya.
Selasa malam (20/08/2019) tujuh orang yang terdiri dari sebagian Kru Majalah Muara PP. Annuqayah Lubangsa sangat terkejut dengan kepergian salah satu alumni yang banyak mengabdi di berbagai instansi itu, ialah Misbahul Munir S.Pd, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa asal Soddara Pasongsongan Sumenep yang pernah menjadi mantan Pimred Majalah Muara 2015-2016, mantan Pengurus Kepustakaan, Penerbitan dan Pers (KP2) PP. Annuqayah daerah Lubangsa, Mantan Wartawan Kabar Madura Sumenep, dan aktivis PMII Guluk-guluk.
Kabar itu kami dengar dari teman-teman pengurus pesantren hingga jiwa kamipun merasa terpanggil untuk mendoakannya dan menyaksikan jasadnya dikuburkan hingga ke liang lahat. Kami mendengar kabar bahwa ia akan dikebumikan pada jam 21.00 WIB. Kami berangkat dengan rasa gundah mendalam. Betapa kami begitu ingat saat bersama dengan almarhum ketika sama sama berada di pesantren, mengabdi dalam dunia literasi, berjuang bersama.
Satu hal yang kami ingat ketika itu, muda bukan alasan untuk bermalas-malasan karena kita tidak tahu sampai dimana hidup akan berakhir. Almarhum sering mendorong kami untuk selalu menulis kepada kader-kadernya, terutama menulis berita untuk pesantren Lubangsa bahkan almarhum seringkali meminta tulisan kepada kami untuk dimuat di website Lubangsa. Ia tidak pernah pamrih untuk mengabdi, begitu loyal kepada kadernya. Karena harus diakui tidak mudah mengabdi di dunia pers, membutuhkan kesenangan dan hobi meski sebagian kawan-kawannya di pesantren menggojloknya sebagai pekerjaan yang tidak kasat mata. Tetapi, almarhum hanya membalasnya dengan diam karena diam adalah sebuah kebijaksanaan.
Kami tiba di kediamannya pukul 20.50 WIB. Masyarakat sekitar sudah hadir di tempat. Aroma duka cita menyelimuti keluarganya. Ketika kami menemui bapaknya dengan rasa iba ia hanya mengucapkan, “saporaaki, Munir,”ujarnya saat kami bersama bersalaman. Tahlil dan Yasin menggema mengiringi kepergiannya.
Sebagai orang yang aktif di dunia pers, almarhum sangat tertutup dalam persoalan. Menurut salah satu persaksian sahabat kami, Abd. Aziz ketika menanyakan kondisi almarhum saat acara IKA-PMII guluk guluk kemarin. Almarhum sangat tertutup tentang kondisi dirinya yang sangat kurus. Barangkali, almarhum termasuk orang yang luas hatinya sehingga tidak ingin memberikan beban kepada orang yang ada di sekitarnya. Permasalahan ia tanggung sendiri. Tidak banyak orang memiliki sikap seperti ini.
Tidak hanya itu, jabatan bagi almarhum bukan satu alasan untuk kekuasaan tetapi ia jadikan sebagai perantara untuk membahagiakan orang-orang yang ada di sekitarnya. Persaksian ini kami dapatkan ketika kami (Abd. Warits & Abd. Aziz) ngobrol dengan almarhum di kantor Madrasah diniyah sebelum mengisi di acara pelatihan Jurnalistik dalam peringatan hari pers nasional (PHPN) di Lubangsa kemarin. Almarhum tidak pernah menunjukkan identitas dirinya sebagai wartawan kabar Madura meski kami sudah tahu dan seringkali bertanya dan menyinggungnya, ia hanya tersenyum simpul.
Sampai di sini, berat rasanya bagi kami meninggalkan kediamannya malam itu. Ada satu kesan yang tiba muncul di benak kami; loyalitas, kesabaran, dedikasi, perjuangan dan keluasan jiwa. Dedikasi almarhum kepada pesantren dan organisasi yang digelutinya ia abadikan dalam judul skripsinya “Menjaga eksistensi tradisi ahlusunah wal jama’ah santri melalui penerbitan media informasi di PP. Annuqayah daerah Lubangsa guluk-guluk Sumenep” begitulah judulnya ketika kami buka dalam file di meja redaksi kantor redaksi Muara. Sungguh kami tidak bisa menahan rasa sedih yang meletup di kedalaman jiwa.
Sampai mendekati tujuh hari wafatnya, kami hanya berharap, semoga tempat yang layak baginya adalah surga-Nya.
Penulis : Abd. Warits