Gunakan Akal Sehatmu dalam Berislam
9846 View
Judul Buku : Berislam dengan Akal Sehat
Penulis : Edi AH Iyubenu
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama, April Tahun 2020
Ketebalan Buku : 352 Halaman
ISBN : 978-602-391-958-1
Resensator : M. Hidayat*
Islam merupakan suatu agama yang mempunyai visi membawa rahmat bagi semesta alam. Asal muasalnya islam dikenal sebagai narasi atau wacana asing saja. Sontak para penduduk mekah terheran-heran dengan orasi nabi muhammad dalam menyuarakan kata “tiada tuhan selain Allah”.
Saat ini nabi telah menyisakan warisan berupa beberapa sumber hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi kalangan muslim yakni al-Quran dan sunah atau Hadist. Maka apa saja yang telah termaktub dalam dua dasar tersebut patut kiranya terlaksana. Jikalau berbelok arah dari haluan dua dasar tersebut maka sesatlah kita.
Tuhan itu maha bebas sebab manusia merupakan hasil cipta tangannya. Maka pantas Ia menginginkan sesukanya ataupun manusia Ia akan jadikan gimana manusia haruslah kita menerima semua dengan lampang dada.
Dua dasar di atas telah mutlak tuhan berikan kepada kita lewat pelantara nabi muhammad. Segala isi dan hal yang berkaitan dengan larangan, kewajiban tidak bisa digusur oleh kerelatifan akal manusia. Sebab tuhan tak butuh pada syariah malah kitalah yang membutuhkannya. Jikalau manusia tak diatur maka ambur-adullah kehidupan kita.
Dengan menganut dua dasar di atas rahmat tuhan akan senantiasa menyelubungi kita. Tugas kita selanjutnya dalam beragama adalah mendatangkan ta’wil, tafsir dan mazhab yang sesuai dengan keadaan zaman tersebut. Pada detik yang sama, bentang jarak dan masa yang terlampau jauh dengan kehidupan kita saat ini (modern) maka butuhlah hukum yang cocok atau sesuai masanya.
Pada masa inilah lahirlah teori pengambilan hukum ijtihad, qiyas dll, yang semuanya dikenal dengan teori Ushul Fiqh. Teori ini berlandaskan akal yang rasional atau akal sehat dan tidak melenceng dari dua dasar hukum awal yakni al-Quran dan Hadist.
Sebagaimana kisah Iya Fahmi yang memvonis segala yang diharamkan dalam al-Quran maka hukumnya haram. Dan pada realita yang terjadi padanya, kebanyakan buku-buku pelajaran biologi mempelajari tentang alat reproduksi atau kelamin laki-laki dan perempuan. Jika akal sehat kita tak digunakan maka akan terlontar kata “haram mempelajari ilmu biologi”, sebab tak baik anak di bawah umur mengetahui alat reproduksi lawan jenis maka akan timbul dalam benak mereka pikiran ngeres atau kotor.(halaman 53).
Maka patut kita mempelajari teori Ushul Fiqh agar pikiran tak terhenti pada suatu hukum haram. Sebab hukum tersebut dihukumi haram bagaimana? Maka perlulah menelisisk kembali hukum tersebut takutnya hukum itu telah kadaluarsa (tidak baik dikonsumsi pada masa tertentu).
Dan untuk menentukan hukum tak selamanya tiga dsar di atas akan tetapi kita bisa mengadopsi hukum dari buku-buku ilmiah sebab tak selamanya apa yang terdapat dalam tiga dasar tersebut akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan zaman mendatang. Dan pula adat istiadat atau kebiasaan yang lebih pasnya dalam teori Ushul Fiqh adalah ‘Urf. ‘Urf bisa kita jadikan sebuah rujukan dalam menentukan hukum.
Namun, semua dasar hukum yang telah lalu tak akan menduduki puncak paripurna syariah islam tanpa didasari etika atau akhlak (halaman 209). Maka jikalau penggagas dasar hukum tak berdasarkan etika yang baik maka orang yang dijatuhi hukum pulalah tak akan menanggapi ketetapan hukum tersebut. Sebab nabi muhammad SAW telah diutus ke bumi hanya untuk menyempurnakan akhlak umatnya. Sebab akhlak merupakan batang dari cabang-cabang ilmu yang lain dan juga akhlak merupakan tolak ukur akan baik tidaknya orang tersebut.
Jika etika dijadikan kebutuhan primer maka sekeras-kerasnya batu maka akan hancur lebur dengan tetesan air suci etika tersebut. Dan dengan dasar etika pula orang tak akan mudah menghukumi orang lain kafir, sesat seperti para penganut paham keras (Liberalisme). Sebab orang yang dituduh kafir, tak tahu pula tuhan mengkafirkan orang tersebut apakah tidak. Malah orang yang menuduh berkemungkinan kafir.
Seyogianya islam itu mudah tak mau islam menyulitkan bagi penganutnya. Yang menjadi tugas bagi kita patut berhati-hatilah terhadap modofikasi syariah atau hukum syariah. Sebab hal tersebut bahaya jika dicerna mentah-mentah oleh orang awam seperti kita. Jika seseorang dirundung keterombang-ambingan dalam memikirkan sesuatu maka langkah yang harus diambil adalah jalan tengahnya. Sebab paling baiknya umat adalah ummatan wasathiyah.
Jika semua ini diakomodirkan dalam rentetan-rentetan kehidupan maka kita akan mendapati islam yang berakal sehat bukan islam dengan egois, menang-menangan atau benar-benaran sebab pendeknya akal.
*M.Hidayat merupakan santri Annuqayah Lubangsa dan mahasiswa Instika Prodi Ekonomi Syari’ah semester V.
Keterangan: Resensi ini di muat di Koran Radar Madura Selasa, 22 Desember 2020.