Kantin Sufi, Wes Ake Wae!
7515 View
Oleh: Pengamat Aktivitas Santri
Pagi di Kantin Sufi, suasana masih legang, tidak ada orang sama sekali, kira-kira santri masih belum usai hadiran subuh. Nampak, di depan pintu Kantin Sufi yang masih terkunci ada seorang wanita tua, pemasok gorengan yang mengedor-ngedor pintu dari luar (emang, ada di luar). Wanita tua itu berteriak-teriak, mengedor-ngedor lagi, terlihat wajahnya sangat kesal, beberapa kali mengomel, geram dan mengomel lagi, terlihat gusar. Saya pura-pura tidak perhatian, agar suasana tidak semakin keruh dan tegang, “ini bukan urusan saya, biarkan saja!,” ucap dalam hati, sedih.
Mamang, nampak tidak perhatian, dan mengabaikan orang lain, mungkin orang lain tidak perhatian karena kita abai, atau apalah sebaliknya. Atau kalau saya mau “caper” bisa-bisa kecipratan emosi yang tidak terkontrol dari wanita tua itu. Untung, saya tidak menegur.
Saya jadi berpikir panjang kali lebar, ini buah Simalakama, untuk menyapa atau sekadar menegur takut salah, membiarkan juga takut dianggab tidak peduli. Takut dan takut merajai segala fikiran. Wah. Akhirnya, saya biarkan ia kembali dengan kecewa, nampak bak gorengan yang mulai tadi di letakkan terkapar di lantai dijinjingnya kembali dengan langkah terburu-buru, “ini tidak biasa, biasanya pemasok kan menunggu atau bisa dititipkan ke orang lain,” pikir saya dalam hati. Barangkali orang tua itu curiga, takut orang lain tidak jujur, atau orang lain Pongnip (Pembohong dan Penipu. Hahaha. Apes banget!).
Kejadian itu, jika kita biarkan akan berdampak pada pencernaan otak, dan tidak ramah lingkungan. Hihi. Akan tetapi, kalau kita peduli dan mau berfikir yang jelas akan menemukan solusi, sekaligus ini jadi titik tekan yang perlu digaris bawahi oleh karyawan Kantin Sufi. Bukan sebatas ‘ada dan tiada’ yang kemudian, meminjam lagu Jupe “rapo-rapo, wes ake wae”, dan menganggab ini bukan masalah serius. Sadar atau tidak disadari. Akhir-akhri ini Kantin Sufi sudah mulai sering tutup pintu tampa waktu yang jelas (masih mending nggak tutup kuping yak).
Jika misalnya, karyawan menutup pintu dengan tulisan “close” berarti menandakan kantin itu tutup, dan pemasok harus nunggu sampai karyawan mengganti dengan tulisan “open” atau buka. Ini salahnya, Kantin Sufi tidak punya jam tayang, (akh. Jam buka). Mulai kemarin saya amati, nampak Kantin Sufi selalu memadamkan lampu saat malam, pagi bukanya telat, malam bukanya lambat dan tutup lebih awal, sebelum bel tidur berdering. Tapi, buat santri pemboros seperti saya itu malah jadi hal yang menyenangkan, buat ngirit uang jajan. Wekkk....
Kalau kejadian di atas dikaitkan dengan ini, siapa yang salah? Siapa yang bertanggung jawab? Sedang untuk menegur para pemasok yang tidak tau waktu karyawan Kantin Sufi juga tidak punya regulasi waktu, jadi serba salah. Pasrahkan deh sama Tuhan. Semoga saja kesalahan tidak terulang kedua kalinya (cukup satu kali kau menyakiti. Hohoho...)
Dram.. dram.... dram..... terdengar musik mengalun dari dalam Kantin Sufi, menandakan jika kantin sudah buka, Fifi terlihat memperhatikan setiap santri yang datang, santri mulai berbondong-bondong untuk membeli makanan, ada yang beli snak, kopi dan sebatang rokok, termasuk kebiasaan saya yang sering beli air dingin. Saya lihat beberapa dari mereka ada yang duduk mengerumuni bak gorengan, dan ada yang berdiri sambil makan, menandakan ruangan yang masih belu kondusif, saya jadi berfikir lagi. Kalau berfikir lagi, kapan selesainya yak. Gkgkgkgk. Terimakasih...[Jamalul Muttaqin]